Nasehat-Nasehat Sulthonul Aulia Syeikh Abul Hasan asy-Syadzili


Menyikapi Beban Dunia
Syeikh Abul Abbas al-Mursy bercerita:
Suatu hari aku dan Syaikh Abul Hasan asy-Syadzily melakukan satu perjalanan dan kami menuju kota Iskandariyyah, dari Marokko. Aku telah merasakan kesulitan sehingga aku begitu lemah akibat beban yang saya bawa. Syeikh tiba-tiba berkata:
"Ahmad!"
"Ya, tuanku"
"Adam as telah diciptakan oleh Allah dengan tangan-Nya, dan para malaikat telah bersujud kepadanya. Dia telah tinggal di syurga selama setengah hari (yakni lima ratus tahun), kemudian dia telah diturunkan ke muka bumi. Demi Allah, dia tidak diturunkan oleh Allah ke atas bumi untuk merendahkan derajatnya, tetapi justru untuk menyempurnakannya. Sesungguhnya, dia diturunkan ke atas bumi untuk dijadikan seorang khalifah, seperti firmanNya: "Aku akan melantik seorang khalifah di atas bumi."
Allah tidak mengatakan (pelantikan Adam as itu) di syurga ataupun di langit. Karena itu, turunnya ke bumi adalah turun dengan kemuliaan, bukannya turun dengan kehinaan. Sesungguhnya, dia telah menyembah Allah di syurga melalui ibadah ma'rifat (ubudiyatut-ta'rif), maka telah diturunkannya ke bumi agar dia menyembah-Nya dengan ibadah Taklif (mengemban tugas, 'ubudiyatut-taklif). Apabila telah terhimpun dua sifat kehambaan (ubudiyatain), barulah dia layak dilantik sebagai khalifah. Dan engkau pun memiliki bagian dari Nabi Adam as. Engkau bermula di Langit ar-Ruh, di dalam Syurga al-Ma'arif. Maka, diturunkannya dirimu ke atas Bumi an-Nafs, agar engkau menyembah-Nya dengan at-taklif. Agar setelah berhimpun pada dirimu kedua sifat kehambaan ini, barulah engkau layak dilantik sebagai seorang khalifah."

Makan yang Enak, Tidur yang Nyenyak
Makanlah makanan yang paling enak, minumlah minuman yang paling segar, tidurlah di atas hamparan yang paling empuk, dan pakailah pakaian yang paling halus. Maka, jika seseorang dari kalian berbuat demikian, lalu dia mengucapkan alhamdulillah, niscaya seluruh anggota tubuh badannya juga turut mengucapkan syukur kepada Allah. Berbeda jika seseorang itu hanya makan roti dengan garam, memakai pakaian yang kasar, tidur di atas tanah (atau lantai), dan minum air panas, lalu mengucapkan alhamdulillah. Sebenarnya, di dalam ucapan itu, ada rasa keluh kesah dan tidak puas hati dengan takdir Allah Ta'ala.
Padahal ia mengetahui bahwa berkeluh kesah dan tidak merasa puas hati dengan takdir Allah itu lebih besar dosanya daripada mereka yang bersenang-senang dengan kepentingan duniawi.
Mereka yang bersenang-senang dengan kepentingan duniawi itu masih berada di dalam batas melakukan sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah. Sedangkan orang yang berkeluh kesah dan tidak rela (dengan takdir Allah), benar-benar telah melakukan sesuatu yang telah dilarang oleh Allah.

Wirid yang Sampai Kepada Allah
Abul Abbas Al-Mursy bercerita: Aku bertanya kepada guruku berkenaan wirid orang-orang yang telah benar-benar sampai (wushul) kepada Allah."
Beliau berkata, "Dengan cara menggugurkan hawa nafsu dan mencintai Tuhannya. Dan teguh memegang kecintaan itu, dibanding mencintai yang lain daripada Allah."
"Siapa yang ingin bersahabat dengan Allah, maka seharusnya ia memulai dengan meninggalkan segala syahwat diri (kepentingan pribadi). Sang hamba tidak akan sampai kepada Allah, jika masih ada pada dirinya segala kesenangan dirinya. Dan tidak juga sampai, jika dalam dirinya ada segala keinginan."