Aku melihat seakan-akan diriku berada di hadapan Allah Azza wa-Jalla, lalu Dia berfirman, "Janganlah engkau merasa aman dari makarku sedikitpun walaupun Aku menjaminmu. Sebab ilmu-Ku tidak bisa dijangkau oleh orang yang menjangkau."
Janganlah engkau menoleh pada ilmu, amal dan pertolongan. Jadikan dirimu bersama-Ku dan bagi-Ku dalam seluruh (ilmu, amal, pertolongan) selamanya.
Janganlah engkau sebarkan ilmumu agar engkau dibenarkan oleh manusia. Namun sebarkanlah ilmumu agar Allah membenarkan dirimu, walaupun ada sebab yang mencercamu. Karena sebab yang ada diantara dirimu dan Allah yang datangnya dari arah perintah-Nya kepadamu itu lebih baik untukmu dibanding sebab yang ada diantara dirimu dengan manusia dari sisi dimana Allah melarangmu.
Sesuatu yang membuat dirimu kembali kepada Allah lebih baik daripada sesuatu yang memutuskan dirimu dengan Allah. Untuk tujuan itulah maka Allah mengaitkan dirimu dengan pahala dan siksa. Sebab tak ada yang diharapkan dan ditakuti kecuali dari sisi Allah.
Hakikat ilmu itu disebut baik manakala ia tenteram dalam kebajikan ilmu. Sedangkan hakikat ilmu itu disebut buruk manakala, ia keluar dari ilmu itu.
Ilmu itu bagi hati ibarat dirham-dirham dan dinar-dinar di tangan. Bisa bermanfaat bagimu bisa pula membahayakanmu.
Allah cukup sebagai Pendamping dan Pembenar. Hendaknya engkau selalu bersama Allah sebagai orang yang alim dan pengajar.
Cukuplah Allah sebagai Penunjuk, Penolong dan Kekasih. Yakni Penunjuk yang memberi petunjuk padamu, dan menunjukkan bersamamu dan kepadamu; Penolong yang menolongmu, menolong bersamamu dan tidak menolong yang membuatmu sengsara; sebagai Kekasih yang mengasihimu, mengasihi bersamamu dan tidak mengasihi yang mencelakakanmu.
Ada tujuh kategori, hendaknya hatimu engkau hindarkan dari tujuh perkara itu:
1. Tak ada ilmu
2. Tak ada amal
3. Tak ada keistmewaan
4. Tak ada titipan ruhani
5. Tak ada tempat-tempat singgah jiwa,
6. Tak ada bisikan-bisikan ruhani dan
7. Tak ada hakikat-hakikat yang bisa menyelamatakan dirimu dari takdir Allah SWT.
Ilmu yang hakiki adalah ilmu yang tidak dicampuri oleh kontradiksi dan bukti-bukti yang menafikan contoh dan keraguan, sebagaimana ilmu Rasul saw, ilmu orang yang benar, serta ilmu para Wali. Siapa pun yang memasuki medan tersebut ibaratnya seperti orang yang tenggelam dalam samudera, kemudian ia ditelan oleh ombak, lalu kontradiksi manakah yang muncul (dalam situasi seperti itu) yang bisa didapatkan, dicampurkan, didengar atau dilihat. Sedangkan siapa yang tidak memasuki medan tersebut ia sangat membutuhkan ayat "Tiada satu pun yang menyamai-Nya".
Jika engkau bermajlis dengan para Ulama, janganlah bicara dengan mereka kecuali dengan ilmu-ilmu Naqliyah dan riwayat hadits yang shahih. Bisa jadi engkau memberi manfaat terhadap mereka atau sebaliknya engkau bisa meraih manfaat dari mereka. Itulah keuntungan terbesar dari mereka. Namun, jika engkau bermajlis dengan para ahli ibadah dan ahli zuhud, maka duduklah dengan mereka di atas tikar zuhud dan ibadah. Itu membuat mereka mudah memberikan solusi atas lintasan ketetapannya dan membuat mudah apa yang menjadi kesulitannya, serta Rasa kema'rifatan mereka sepanjang mereka belum merasakannya. Apabila engkau bermajlis dengan kaum Shiddiqin, maka pisahkan apa yang engkau ketahui, maka engkau akan mendapatkan ilmu yang terpendam.