Adab dengan Sesama


Menjaga kehormatan mereka, apakah ia hadir atau tidak. Tidak boleh saling mencela, saling menggunjing, tidak boleh meremehkan sesama. Karena itu tidak boleh mengatakan, “murid si syeikh Fulan lebih sempurna dibanding murid syeikh fulan.” Si Fulan ini ‘arif, si fulan itu tidak arif. Si Fulan kuat dan si fulan lemah. Karena ungkapan itu tergolong pergunjingan, dan jelas haram. Apalagi bagi menggunjing para auliya’. Jangan sampai si murid menggunjing Waliyullah.

Turut menasehati jika terjadi kesalahan dan kesesatan, membantu keperluan mereka, karena diantara mereka ada yang pemula, ada pula yang sudah sampai (wushul).

Saling bertawadlu’ antar mereka, membantu mereka untuk mudah mengingat Allah. Saling membantu secara maksimal. Pembantu seorang kaum itu berarti pemuka kaum itu. “Saling tolong menolonglah kamu atas dasar kebajikan dan ketaqwaan.” (Firman Allah).

Memandang dengan pandangan hati yang jernih pada mereka, tidak menganggap kurang pada sesama kaum Thariqat Sufi.

Jika ia melihat kekuarangan secara dzahir (tampak di permukaan) hendaknya sebagai mukmin ia menempuh rasa maaf, hingga tujuh puluh kali. Dan jika saja masih tampak kurang, hendaknya ia melihat cermin dirinya sendiri. Karena seorang mukmin adalah cermin bagi sahabatnya. Sabda Rasulullah saw, “Dua perilaku utama yang tak ada unggulannya dalam hal kebaikannya: Husnudzon kepada Allah dan Husnudzon kepada hamba Allah. Sebaliknya tidak ada yang lebih buruk dari dua perilaku: Su’udzon kepada Allah dan Su’udzon kepada hamba Allah.”