Adab Dzohir:
Menjalankan perintahnya (walaupun bertentangan dengan keinginannya), menjauhi larangannya, walau pun tampaknya (secara lahiriyah) keliru.
Harus tenang , sopan dalam kharisma Syeikh ketika berada di hadapan Syeikh. Tidak tertawa juga tidak mengeraskan suaranya, tidak pula memulai pembicaraan sebelum ditanya. Atau memahami bahasa isyaratnya, dengan pemahaman jiwa. Tidak makan bersamanya (kecuali diajak), tidak makan di depannya, juga tidak tidur bersamanya, atau dekat dengannya.
Bergegas khidmah padanya secara material maupun jiwanya menurut kemampuannya. Khidmah ini bisa menjadi penentu Wushul kepada Allah. Mengikuti majlisnya, atau minimal sering bertemu. Karena pertemuan ini bisa mempercepat wushul kepada Allah.
Adab Bathin:
Meyakini keparipurnaannya, dan meyakini kemursyidannya, karena Syeikh telah menyatu dalam syariat dan hakikat, jadzab dan suluk secara paripurna. Dan Syeikh senantiasa berada pada jejak-jejak Rasulullah saw.
Mengangungkan dan menghormatinya baik secara ghaib maupun hadir, dengan tetap mencintai di hatinya sebagai bukti pembenaran jiwanya.
Melepaskan akal rasional, prestasi dan pristis serta kapasitas ilmiah dan amaliyahnya, kecuali yang tumbuh dari hadapan Syeikhnya. Sebagaimana dilakukan oleh Syekh Abul Hasan as-Syadzily ketika bertemu Syeikhnya. Siapa pun yang hendak menemui syeikhnya, hendaknya ia memandikan ilmu dan amalnya sebelum ia bertemu dengan syeikhnya, agar mendapatkan minuman yang murni dari lautan ilmunya yang mulia.
Tidak boleh pindah dari satu Syeikh ke Syeikh lain. Karena perpindahan ini sangat tercela menurut ahli thariqah. Namun, diperkenankan pindah dari Syeikh Ilmu Dzohir (syariat) ke Syeikh syariat lainnya.